Social Icons

Selasa, 25 Oktober 2016

Tanggapan Mengenai Guru yang Dilaporkan Ke Polisi

Guru yang dianggap melakukan kekerasan dan dilaporkan oleh muridnya kepada polisi atau pihak berwajib, Menurut saya ada beberapa pelajaran yang harus diambil oleh kita sebagai manusia biasa. Berbagai tindak kekerasan, kejahatan seksual, serta perilaku negatif lain yang terjadi di sekolah disinyalir karena minimnya pendidikan karakter dan attitude alias sikap. Sehingga akan semakin menggalak perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum dan norma agama. Yang harus dilakukan dalam sistem pendidikan kita adalah mulai lagi digalakan pembentukan karakter, spiritual dalam bentuk etika moral, serta sikap agar siswa tahu bagaimana harus berperilaku.selai berperilaku untuk memperbaiki dirinya sendiri juga memperhatikan bagaimana cara agar murid bisa menghormati gurunya. Sebenarnya tidak ada kata “Tidak Terima” ketika murid diberikan teguran atau hukuman oleh seorang guru. Karena seorang guru tidak akan memiliki rasa dendam dan benci terhadap muridnya, tergantung bagaimana cara murid memandang apa yang dilakukan oleh seorang guru dan bagaimana murid menilaiseorang guru. Ketika seorang murid mempunyai dendam dan rasa benci terhadap seorang guru, maka seorang murid akan semakin meremehkan dan merendahkan seorang guru. Sebaliknya apabila seorang murid memiliki rasa saying dan suka terhadap seorang guru maka seorang murid yang kurang menghormati orang tuanya akan memperlakukan gurunya dengan baik dan bahkan bisa melebihi rasa hormatnya terhadap guru daripada terhadap orang tuanya sendiri.
            Masalah seperti itu sebenarnya sangat mengkhawatirkan apabila seorang anak lebih menghormati gurunya daripada menghormati orang tuanyasendiri. Karena bila murid sudah memiliki rasa tidak menghormati orang tuanya maka sudah dapat dipatikan bahwasanya anak/murid tidak akan mau untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya. Hal iniakan menjerumuskan murid kepada arah lebih mementingkan jalan dan keinginannya sendiri tanpa mau untuk dicampuri urusannya oleh orang lain.
Saat ini, perilaku siswa atau anak menurut saya sudah bergeser jauh. Pergeseran moral siswa saat ini dapat dilihat  mulai dari pendidikan dasar yang tidak lagi memperhatikan pembentukan karakter anak. Dan kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap kegiatan anak yang pada zaman sekarang sudah pada era globalisasi modern dan menyebabkan anaksemakin mengalami perkembangan yang cukup pesat dan berdampak sangat mengkgawatirkan masa depan apabila di Era modern ini mereka memanfaatkan alat-alat yang canggih tanpa didampingi oleh orang tua dan tanpa bimbingan dalam penggunaan  sarana alat tekhnologi yang telah ada.
Disini perlunya peran orang tua, guru dan sekolah untuk mengajarkan siswa/anaknya soal bagaimana mereka harus berperilaku, bergaul dengan sesama, sopan santun, serta perilaku positif lainnya. Agar mencegah adanya kekerasan dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sekolah, dan lebih pandaimemilih teman sepergaulan ataupun yang diatasnya untuk bisa diikuti yan baik-baiknya saja. Hal ini bisa membawa dan mengantarkan murid untuk hidup lebih benar dan baik.
Siswa juga harus diberi pemahaman bahwa jika mereka melakukan perbuatan melanggar hukum, maka mereka akan mendapatkan dampaknya, baik dampak hukum maupun sosial. Apabila mungkin ketika murid pernah dicubit atau di bentak oleh gurunya, kemudian murid melaporkan hal tersebut kepada orang-orang terdekatnya yang apabila orang yang dijadikan sebagai tempat pengaduan lebih memiliki karakter simple dan lebih memihak anak tersebut maka, orang tersebut akan lebih memilih hal yang menurutnya praktis. Lebih  berbahaya lagi apabila orang tersebut lebih menyukai proses khukum yang menurutnya mungkin bisa lebih adil atau tanpa merepotkan dirinya dalam menangani kasus yang didapati seorang anak.
Oleh karena itu seorang pendidik seharusnya Ia pun melihat perlunya ada mata pelajaran seputar budi pekerti yang fokus mengajarkan bagaimana siswa berperilaku. Kurikulum pendidikan di Indonesia harus sudah mulai kembali kepada pembentukan soft skill dan pengembangan karakter, untuk memberikan bekal kepada para siswa dimasa depan. Dengan harapan yang besar juga untuk bisa mengamalkan apa yang telah didapatkan dan yang telah dipelajari.  
Sementara,  bagi para guru, sebaiknya  mereka juga harus memahami berbagai aturan seputar perlindungan anak. Sehingga mereka tidak lagi melakukan kekerasan atau perbuatan negatif lain pada siswa. Baik yang bersifat menekan atau mengancam kenyamanan belajar siswa.
Para guru juga harus sadar akan tanggung jawabnya mendidik siswa, bukan semata-mata menjalankan pekerjaan mengajarkan mata pelajaran dan tanpa menekankan kepada mereka untuk mengamalkan apa yang telah di peljari, tidak etis bagi seorang guru apabila mereka hanya mengharapkan sebuah imbalan berupa gaji setiap bulannya karena hasil dari mengajarnya, guru yang baik sepatutnya menjalankan tugas dan sekaligus sebagai kewajibannya untuk menurunkan, menularkan, dan melanjutkan pendidikannya sebagai warisan untuk para siswa dari dirinya. Saat siswa sekolah, berarti orangtua itu menitipkan anaknya agar terdidik dan terlindungi selama jam sekolah. Sehingga hal-hal negatif harusnya tidak terjadi di sekolah. Guru juga harus melakukan kontrol ketat terhadap siswanya,karena guru sebagai penggantiorang tua dalam proses pembelajaran disekolah.
Yang perlu ditekankan, guru juga harus berperan sebagai pelindung siswanya agar tidak jadi korban atau pelaku perbuatan negative, oleh sebab itu,gurunmempunyai tanggungjawab penuh akan adnya siswa yang dididiknya. Saya rasa di lingkungan pendidikan itu mereka harus tahu, mereka punya kewajiban untuk melindungi  keselamatan siswa didik selama di sekolah dari tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik atau psikis. Mereka adalah tanggung jawab guru selama di sekolah.Tapi ada hal penting yang juga harus dikedepankan yaitu peran keluarga dalam mendidik anak. Orangtua juga harus memberikan pendidikan informal untuk menuntun anak berperilaku baik.


Kamis, 20 Oktober 2016

Khutbah Jumat: Stop Bunuh Diri!

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ:
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ[
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
وَ قَالَ تَعَالَى:
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
]يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا[
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
وَ قَالَ تَعَالَى:
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا [
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
فَإِنَّ أَصْدَقَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَ خَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ r وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ َوكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
Amma ba’du …
Ma’asyiral muslimin jama’ah shalat Jumat yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala,

Kita bersyukur pada Allah atas nikmat dan karunia yang telah Allah berikan pada kita. Allah masih memberikan kita nikmat sehat, umur panjang serta kesempatan untuk menghadiri shalat Jumat kali ini. Mudah-mudahan kita dapat meningkatkan rasa syukur kita dengan meningkatkan ketakwaan pada Allah Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar, Nabi agung, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula pada keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.

Jama’ah shalat Jumat yang semoga dirahmati oleh Allah,

Beberapa minggu lalu, kaum muslimin digemparkan dengan bom yang meledak di Solo di salah satu kantor kepolisian. Kami sendiri dimintakan saran oleh Bapak Kapolsek Panggang untuk bisa menasihatkan hal ini karena kasus bom bunuh . Bukan gereja atau tempat maksiat yang seperti biasa jadi sasaran para pelaku teror. Namun rumah ibadah kaum muslimin sendiri yang dibom. Bahkan ada yang saking jahilnya katakan bahwa bom bunuh diri semacam ini adalah jihad.


Bunuh Diri Jelas Terlarang

Lihatlah larangan bunuh diri dalam ayat ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa’: 29-30).
Siapa saja yang bunuh diri, maka di akhirat ia akan disiksa sesuai cara ia mati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari, no. 6047; Muslim, no. 110).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
الَّذِى يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُهَا فِى النَّارِ ، وَالَّذِى يَطْعُنُهَا يَطْعُنُهَا فِى النَّارِ
Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula di neraka. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara menusuk dirinya dengan benda tajam, maka di neraka dia akan menusuk dirinya pula dengan cara itu.” (HR. Bukhari, no. 1365)
Lihatlah siksa yang pedih di atas. Itu menunjukkan bahwa yang dilakukan adalah dosa besar.

Bunuh Diri Atas Nama Agama
Kalau di atas bisa jadi bunuh dirinya karena alasan ekonomi hingga frustasi. Ada juga tujuannya atas nama agama seperti membunuh orang kafir. Padahal asalnya nyawa orang kafir itu haram untuk dibunuh.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Siapa yang membunuh kafir mu’ahad (yang memiliki perjanjian untuk tidak saling berperang), ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari, no. 3166)
Lebih-lebih jika yang dibunuh adalah seorang muslim. Allah Ta’ala berfirman,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’: 93)

Orang bunuh diri dalam rangka jihad pun tidak dibolehkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau mengatakan pada orang yang mengaku Islam, “Dia termasuk penduduk neraka.” Ketika mengikuti peperangan, orang tersebut begitu semangat. Namun ia terkena luka parah. Kemudian ada yang berkata  pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang engkau katakan bahwa ia termasuk penduduk neraka, ia benar-benar hari itu telah berperang lalu ia mati.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan, “Ia  penghuni neraka.” Sebagian orang pun terheran-heran dan tetap dalam keadaan seperti itu. Ternyata, ada yang menceritakan bahwa orang tersebut sebelum mati, ia memiliki luka yang cukup parah. Ketika di malam hari, ia tidak sabar menahan lukanya yang parah tersebut. Lalu ia pun membunuh dirinya sendiri. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikabarkan tentang hal ini lantas beliau pun bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
اللَّهُ أَكْبَرُ ، أَشْهَدُ أَنِّى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Allahu akbar. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian beliau pun memerintahkan Bilal dan beliau menyeru pada manusia,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلاَّ نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ
Sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim. Namun boleh jadi Allah akan memperjuangkan agama ini melalui orang yang fajir  (bermaksiat).” (HR. Bukhari, no. 3062 dan Muslim no. 111)
Lihatlah orang ini sedang berjihad. Namun tidak kuat menahan derita sehingga akhirnya ia bunuh diri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan tentangnya bahwa ia adalah penduduk neraka.

Jama’ah shalat Jum’at yang semoga senantiasa mendapatkan berkah dari Allah.
Demikian khutbah pertama ini.

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

Khutbah Kedua


إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah, jama’ah shalat Jumat yang semoga senantiasa istiqamah di jalan Allah,

Orang yang melakukan bunuh diri ada beberapa sebab yaitu ada yang karena himpitan ekonomi, karena penyakit, karena keadaan yang sudah sepuh dan kesendirian.
Kalau memang karena penyakit, maka kewajibannya harus bersabar.
Kalau memang karena himpitan ekonomi, maka dengan meningkatkan ketakwaan.
Kalau memang karena kesendirian dan usia lanjut, maka hendaknya sudah menjadi perhatian anak-anak untuk mengurus orang tuanya.
Kalau bertakwa, tentu Allah akan berikan jalan keluar. Dalam ayat disebutkan,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)
Juga siapa yang bertawakkal yaitu pasrah dalam setiap urusan, maka Allah akan beri kecukupan.
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”  (QS. Ath-Thalaq: 3)
Intinya solusi utama agar seseorang selamat dari bunuh diri adalah memiliki iman yang kuat. Iman diperoleh lewat majelis-majelis ilmu. Dengan berada di majelis ilmu, seseorang akan mendapatkan kebaikan.
Ketika Mu’awiyah berkhutbah, ia mengatakan bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
Siapa saja yang dikendaki Allah akan mendapatkan kebaikan, Allah akan memahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari, no. 71; Muslim, no. 1037)

Di akhir khutbah ini …
Jangan lupa untuk memperbanyak shalawat di hari Jumat ini. Siapa yang bershalawat sekali, maka Allah akan membalas shalawatnya sepuluh kali, arti shalawat Allah adalah ampunan dari Allah.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
Marilah kita memanjatkan doa pada Allah, moga setiap doa kita diperkenankan di hari penuh berkah ini.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


Minggu, 16 Oktober 2016

Makalah Dasar-Dasar Pendidikan (Pengertian Pendidikan, Fungsi Dan Lingkungan Pendidikan

BAB I
PENDAHULAUN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dicoba untuk membahas dan menjabarkan tentang:
1. pengertian pendidikan
2. fungsi pendidikan
3. lingkungan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan memiliki definisi yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai sudut. Definisi Umum Pendidikan dapat diartikan sebagai Suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara dan pembuatan mendidik
Menurut Undang-Undang
a. UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan dating
b. UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Etimologi (Bahasa)
Bahasa Arab : berasal dari kata Tarbiyah, dengan kata kerja Rabba yang memiliki makna mendidik atau mengasuh. Jadi Pendidikan dalam Islam adalah Bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani dan akal anak didik sehingga bisa terbentuk pribadi muslim yang baik.
Bahasa Yunani : berasal dari kata Pedagogi, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children)
Psikologi
Pendidikan adalah Mencakup segala bentuk aktivitas yang akan memudahkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dasar Pendidikan
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk dapat melakukan perubahan sikap dan tata laku dengan cara berlatih dan belajar dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, sehingga meskipun sudah selesai sekolah akan tetap belajar apa-apa yang tidak ditemui di sekolah. Hal ini lebih penting dikedepankan supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar pendidikan sehingga tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila kesempurnaan hidup tidak tercapai berarti pendidikan belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Dasar atau landasan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :
Pandangan Islam
  • Al-qur’an.
Al-qur’an merupakan pedoman tertinggi yang manjadi petunjuk dan dasar kita hidup di dunia. Dalam Al-qur’an kita bisa menemukan semua permasalahan hidup termasuk pendidikan dan ilmu pengetahuan.
  • Hadist
Hadist merupan pedoman kita setalah Al-qur’an, dengan demikian hadist juga merupakan dasar atau elemen dalam pendidikan.
Nilai-nilai Sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist.
Secara Umum
  • Religius
Merupaken elemen atau dasar pendidikan yang paling pokok, disini ditanamkan nilai nilai agama islam (iman, akidah dan akhlak) sebagai suatu pondasi yang kokoh dalam pendidikan
  • Ideologis
Yaitu mengacu kepada ideologi bangsa kita yakni nya pancasila dan berdasarkan kepada UUD 1945. Dan intinya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Ekonomis
Pendidikan bisa dijadikan sebagai suatu langkah untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan keluar dari segala bentuk kebodohan dan kemiskinan.
  • Politis
Lebih mengacu kepada suasana politik yang berlansung.
  • Teknologis
Dunia telah mengalami eksplosit ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan bisa dikatakan teknologi sangat memiliki peran dalam kemajuan dunia pendidikan.
Psikologis dan Pedagogis
Tugas pendidikan sekolah yang utama adalah mengajarkan bagaimana cara belajar, mendidik kejiwaan, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus-menerus sepanjang hidupnya dan memberikan keterampilan kepada peserta didik, mengembangkan daya adaptasi yang besar dalam diri peserta didik.
Sosial Budaya
Mengacu kepada hubungan antara individu dengan individu lainnya dalam suatu lingkungan atau masyarakat. Begitu juga hal nya dengan budaya, budaya masyarakat sangat berperan dalam proses pendidikan, karena budaya identik dengan adat dan kebiasaan. Apabila sosial budaya seseorang itu berjalan baik maka pendidikan akan mudah dicapai.
B. Fungsi Dan Tujuan Pendidikan
Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik mauapun kepada masyarakat bangsa ditempat ia hidup. Adapun beberapa fungsi pendidikan:
1. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia.
2. Bagi masyarakat, pendidikan berfungis untuk melestarikan tata social dan tata nilai yang ada dalam masyarakat (preserveratif) dan sebagai agen pembaharuan social (direktif) sehingga dapat mengantisipasi masa depan.
3. Menyiapakan tenaga kerja
4. Menyiapkan manusia sebagai warga Negara yang baik.
5. Menyiapkan manusia sebagai manusia.
Tujuan Pendidikan akan menentukan kearah mana anak didik akan dibawa. Disamping itu pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia. Tujuan pendidikan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu menurut islam dan tujuan pendidikan secara umum.
b. Tujuan Pendidikan Dalam Islam
Tujuan pendidikan islam adalah mendekatkan diri kita kepada Allah dan pendidikan islam lebih mengutamakan akhlak. Secara lebih luas pendidikan islam bertujuan untuk
- Pembinaan Akhlak
- Penguasaan Ilmu
- Keterampilan bekerja dalam masyarakat
- Mengembangkan akal dan Akhlak
- Pengajaran Kebudayaan
- Pembentukan kepribadian
- Menghambakan diri kepada Allah
- Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat
c. Tujuan Pendidikan Secara Umum
Tujuan pendidikan secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No2 Tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertagwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
2. Tujuan Pendidikan nasional menurut TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.
3. TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
C. Jenis Lingkungan Pendidikan
Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarnya lingkungan mencakup lingkungan fisik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial.
Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dll) dinamakan lingkungan pendidikan.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah an lingkungan masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.
1. Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokkan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu dan anak) ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu dan lain-lain). Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Sebagian dari tujuan pendidikan itu akan dicapai melalui jalur pendidikan sekolah ataupun jalur pendidikan luar sekolah lainnya (kursus, kelompok belajar dan sebagainya). Bahkan peran jalur pendidikan sekolah makin lama makin penting, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pendidikan anaknya itu, karena keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pusat pendidikan lainnya (sekolah dan masyarakat).
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Pendidikan keluarga berfungsi:
Ø Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
Ø Menjamin kehidupan emosional anak
Ø Menanamkan dasar pendidikan moral
Ø Memberikan dasar pendidikan sosial.
Ø Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
2. Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin jauh suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakatnya itu. Dari sisi lain, sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya yang mencapami puncaknya dengan gagasan Ivan Illich untuk membebaskan masyarakat dari wajib sekolah dengan buku yang terkenal Bebas dari Sekolah (Deschooling Society, 1972/1982).
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
· Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
· Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
· Sekolah melaqtih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
· Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.
3. Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yakni:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by designe) maupun yang dimanfaatkan (utility).
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia didalamnya. Untuk Indonesia, perkembangan masyarakat itu sangat bervariasi, sehingga wujud sosial kebudayaan dalam masyarakat Indonesia dewasa ini, menurut Koentjaraningrat (dari Wayan Ardhana 1986: Modul 1/71-71) paling sedikit dapat dibedakan menjadi enam tipe sosial – budaya sebagai berikut:
1. Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana, hidup dengan berburu dan belum mempunyai kebiasaan menanam padi. Sistem dasar ini kemasyarakatannya berupa desa terpencil tanpa diferensiasi dan stratifikasi yang berarti. Masyarakat ini tidak mengalami kebudayaan perunggu, kebudayaan Hindu dan agama Islam.
2. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaan pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunikasi pertani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial sedang dan yang merasakan diri sebagai bagian bawah dari suatu kebudayaan yang lebih besar. Gelombang pengaruh kebudayaan Hindu dan agama Islam tidak dialami. Arah orientasinya adalah masyarakat kota dengan peradaban kepegawaian.
3. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam d ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar ini kemasyarakatannya adalah desa komunitas petani dengan diferensiasi dam stratifikasi sosial sedang, gelombang pengaruh kebudayaan Hindu tidak dialami atau sangat kecil, sehingga terhapus oleh pengaruh agama Islam. Arah orientasinya adalah masyarakat kota yang mewujdukan peradaban bekas kerajaan, berdagang dengan pengaruh Islam, becampur dengan peradaban kepegawaian.
4. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem becocok tanam di sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunitas petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosoal yang agak kompleks. Masyarakat ini mengalami semua gelombang pengaruh kebudayaan asing, seperti kebudayaan Hindu, agama Islam dan Eropa. Arah orientasinya adalah masyarakat kota yang mewujudkan peradaban kepegawaian.
5. Tipe masyarakat perkotaan yang mempunyai ciri-ciri pusat pemerintahan dengan sektor perdagangan dan industri yang lemah. Tipe masyarakat metropolitan yang mengembangkan sektor perdagangan dan industri, tetapi masih didominasi oleh aktivitas kehidupan pemerintahan dengan suatu sektor kepegawaian yangluas dan kesibukan politik di tingkat daerah ataupun pusat.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa : Pendidikan menurut pandangan islam lebih dominan kepada pembentukan akhlak, akidah dan iman. Sedangkan secara umum pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pengembangan kemapuan yang dimiliki. Apabila kedua hal ini digabungkan maka hasil dari pendidikan akan sangat maksimal dan menghasilkan peserta didik yang memiliki intelektual dan akhlak yang mulia.
Dasar pendidikan menurut islam fokus kepada Al-qur’an dan hadist sedang secara umum dasar pendidikan juga lebih menitik beratkan ke dasar religius.
Tujuan Pendidikan baik secara islam dan umum hampir memiliki kesamaan yaitu mendapatkan kesuksesan. Apabila digabungkan maka tujuan pendidikan adalah upaya untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan akherat. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik maka perlu adanya pemahaman terhadap dasar dan tujuan pendidikan secara mendalam baik secara islam maupun secara umum. .
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masaih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah dimasa yang akan datang.
DAFTARA PUSTAKA
Hasbullah. 2005. Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrasindo Persada
W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka,1984)
UUD 1945, Undang-Undang Republik Indonesia dan Perubahannya, (Penabur Ilmu,
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Macam-macam aliran dalam Islam

TIMBULNYA PERPECAHAN DAN MACAM-MACAM ALIRAN DALAM ISLAM (2)



SYI'AH
Sy'iah menurut bahasa berarti pengikut dan penolong, dan diucapkan untuk sekelompok manusia yang bersatu/berkumpul dalam satu masalah, dan kepada setiap orang yang menolong seseorang dan berhimpun membentuk suatu kelompok padanya. Kemudian kata ini dipergunakan untuk kelompok yang menolong dan membantu khalifah 'Ali dan keluarganya, lalu menjadi nama khusus bagi kelompok ini. Sedangkan dalam istilah Syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang dikomandoi oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman.
Menurut Asy-Syihristaniy Syi'ah adalah kelompok yang mengikuti Khalifah 'Ali dan menyatakan kepemimpinannya baik secara nash ataupun wasiat yang adakalanya secara jelas ataupun samar, dan mereka berkeyakinan bahwa kepemimpinan (Imamah) tidak keluar dari anak-anaknya, dan jika keluar darinya maka itu terjadi secara zalim atau sebab taqiyah darinya.
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, lalu Abdullah bin Saba’ mengintrodusir ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk memproklamirkan bahwa kepemimpinan (baca: imamah) sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya ke tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena suatu nash (teks) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Keyakinan itu berkembang sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil tindakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian mereka melarikan diri ke Madain.
Aliran Syi’ah pada abad pertama hijriyah belum merupakan aliran yang solid sebagai trend yang mempunyai berbagai macam keyakinan seperti yang berkembang pada abad ke-2 Hijriyah dan abad-abad berikutnya.
Para sejarawan berbeda pendapat akan awal munculnya Syi'ah, diantaranya :
-     muncul sejak jaman Nabi Muhammad SAW (pendapat ulama Syi'ah)
-     muncul bersamaan setelah wafatnya Rasulullah (Ahmad Amin)
-     muncul pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan (Muhammad Abu Zahrah)
-     muncul setelah terbunuhnya Utsman pada tahun 36 H (pendapat Orientalis Yulius W)
-     muncul setelah terbunuhnya Al-Husein (Dr. Samiy An-Nasysyar)
-     muncul di akhir abad pertama hijriyyah ( Dr. 'Irfan Abdul Humaid
Menurut sebagian ahli sejarah madzhab ini disebarkan pertama kali oleh Abdullah bin Saba yaitu seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam, dan hampir dibunuh oleh Ali.
Dr. Fuad Mohammad Fachruddin membagi Syi'ah menjadi 4 macam aliran :
-        Ekstrimis (al-Ghulatiyyah), sekarang sudah tidak ada lagi.
-        Isma’iliyah dan cabang-cabangnya, Tersebar di India, Pakistan, Afrika Utara , Eropa dan Amerika.
-        Zaidiyyah, Tersebar di Yaman dan sekitarnya.
-        12 Imam (Itsna 'Asyariyyah/Imamiyyah),
Syi'ah yang paling banyak mempunyai pengikut di dunia tersebar di Iran, Irak, Lebanon, India, Pakistan dan bahkan di Arab Saudi serta negara-negara Teluk. Diperkirakan pengikutnya sekitar 120 juta orang.
Pendapat-pendapat mereka :
-        Mengkafirkan sahabat Nabi yang tidak mendukung Ali (kecuali Syiah Zaidiyah sekarang-pen)
-        Kepemimpinan (Imamah) merupakan satu dari beberapa pokok keimanan.
-        Memandang Imam Itu ma'shum (orang suci)
-        Wajib adanya Imam yang tersembunyi (Al-Imam Al- Mastur)
-        Al-Quran yang sekarang mengalami perubahan dan pengurangan, sedangkan yang asli berada di tangan Al-Imam Al-Mastur (Syi'ah Imamiyah)
-        Tidak mengamalkan hadits kecuali dari jalur keluarga Nabi Muhammad (Ahli Bait), (kecuali madzhab Zaidiyyah-pen)
-        Memperbolehkan taqiyah
-        Tidak menerima ijma dan qiyas (kecuali madzhab Zaidiyyah-pen)
-        Wajib sujud di atas tanah atau batu (Syi'ah Imamiyah)
-        Memperbolehkan nikah mut'ah (Syi'ah Imamiyah)
-        Tidak melakukan shalat Jumat karena Imam yang asli tidak ada (Syi'ah Imamiyah)


Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah pada Periode Pertama :
  1. Keyakinan bahwa imam sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
  2. Keyakinan bahwa imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
  3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lain-lain.
  4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
  5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena keyakinan tersebut.
  6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
  7. Keyakinan mencaci maki para Sahabat atau sebagian Sahabat seperti Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.(lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hal. 237).
  8. Pada abad ke-2 Hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaini dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum :
1. Pada Rukun Iman :
Syi’ah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Kitab Allah, Rasul dan Qadha dan Qadar, yaitu:
1. Tauhid (keesaan Allah),
2. Al-’Adl (keadilan Allah)
3. Nubuwwah (kenabian),
4. Imamah (kepemimpinan Imam),
5. Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).
(Lihat ‘Aqa’idul Imamiyah oleh Muhammad Ridha Mudhoffar dll).
2. Pada Rukum Islam :
Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu :
1.Shalat,
2.Zakat,
3.Puasa,
4.Haji,
5.Wilayah (perwalian) (lihat Al-Kafie juz II hal 18)
3. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah,
 ditambahi atau dikurangi dari yang seharusnya, seperti :
وَ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنا عَلى عَبْدِنا فِي عَلِيٍّ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ (الكافي ج 1 ص 417.)
“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina FII ‘ALIYYIN fa`tu bi shuratim mim mits lih ” (Al-Kafie, Kitabul Hujjah: I/417)
Ada tambahan “fii ‘Aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ [البقرة/23]
“wa inkuntum fii roibim mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fa`tu bi shuratim mim mits lih” (Al-Baqarah:23)
Karena itu mereka meyakini bahwa : Abu Abdillah a.s (imam Syi’ah) berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 17.000 ayat (Al-Kafi fil Ushul Juz II hal.634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al-Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fashlul Khithab karangan An-Nuri Ath-Thibrisy).
4. Syi’ah meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi SAW mereka murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244).
5. Syi’ah menggunakan senjata “taqiyyah” yaitu berbohong,
dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui (Al Kafi fil Ushul Juz II hal.217).



6. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh

Kembali pada jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.
7. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’, yakni tampak bagi Allah
dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan keimamannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shadiq, tetapi kemudian meninggal disaat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).
8. Syi’ah membolehkan “nikah mut’ah”, yaitu nikah kontrak
dengan jangka waktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shadiqin Juz II hal.493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.


MURJI'AH
Asal-usul dan sejarah munculnya
Murji'ah berasal dari kata Irja yang berarti menangguhkan. Memberi harapan dalam artian member harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan Allah Swt. Selain itu, irja’a juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murjiah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang mengemukakan asal-usul adanya aliran Murjiah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan Irja’a atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Diperkirakan Murjiah ini muncul bersamaan dengan munculnya Khawarij.
Kaum Murjiah yang muncul pada abad I Hijriyyah merupakan reaksi akibat adanya pendapat Syiah yang mengkafirkan sahabat yang menurut mereka merampas kekhalifahan dari Ali, dan pendapat Khawarij yang mengkafirkan kelompok Ali dan Muawiyah. Pada saat itulah muncullah sekelompok umat Islam yang menjauhkan dari pertikaian, dan tidak mau ikut mengkafirkan atau menghukum salah dan menangguhkan persoalannya sampai dihadapan Allah SWT. Pada asalnya kelompok tidak membentuk suatu madzhab, dan hanya membenci soal-soal politik, tetapi kemudian terbentuklah suatu madzhab dalam ushuluddin yang membicarakan tentang Iman, tauhid dan lain-alin. Pemimpin dari kaum Murjiah adalah Hasan bin Bilal (152 H).
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695.
Menurut Watt, 20 tahun setelah kematian Muawiyah, dunia Islam dikoyak oleh pertikayan sipil. Al-Mukhtar membawa paham Syiah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibn Zubair mengklaim kekhalifahan di mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini pertama kali digunakan tahun 695 olleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam surat ini Al Hasan menunjukan sikap politiknya dengan mengatakan, “ Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil yang pertama yang melibatkan Utsman, Ali, dan Zubair. ” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba untuk menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia pun mengelak berdampingan dengan kelompok Syiah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengaki kekhalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa dia adalah keturunan si pendosa Utsman.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan Ali dan Muawiyah, dilakukan Tahkim atas usulan Amr bin Ash, pengikut Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang memandang bahwa keputusan takhim bertentangan dengan al-Quran. Oleh karena itu, pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut Murjiah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
Doktrin-doktrin Murjiah
Kaum Murji'ah dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Golongan moderat
Pendapat-pendapat mereka :
-        Orang berdosa bukan kafir dan tidak kekal dalam neraka
b. Golongan Ekstrim
Pendapat-pendapat mereka :
-        Orang Islam yang percaya pada Allah kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu letaknya di dalam hati, bahkan meskipun melakukan ritual agama-agama lain.
-        Yang dimaksud ibadah adalah iman, sedangkan shalat, puasa, zakat dan haji hanya menggambarkan kepatuhan saja
-        Maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman ( Al-Yunusiah)
-        Menangguhkan hukuman orang yang berdosa di akhirat
Menurut W. M. Watt, doktrin-doktin Murjiah secara umum sebagai berikut:
-        Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah yang memutuskannya di hari kiamat kelak.
-        Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat al-Khalifah ar-Rasyidun.
Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk mendapat ampunan dan rahmat dari Allah Swt.
-        Doktrin-doktrin Murjiah menyerupai pengajaran (mazdhab) para skeptik dan empiris dari kalangan Helenis.
-        Sementara Abu A’la al Maududi menyebutkan dua ajaran paling pokok Murjiah, yaitu :
-        Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan dosa besar.
Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atas seseorang. Untuk mendapat ampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Perkembangan Murjiah
Dalam perkembagannya, golongan Murjiah terpecah dalam beberapa sekte. Perpecahan ini dipicu akibat terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat dalam golongan Murjiah itu sendiri. Menurut Asy-Syahrastani, kelompok Murjiah terbagi dalam empat kelompok besar. Yakni Murjiah al-Khawarij, Murjiah al-Qadariyah, Murjiah Jabbariyah, dan Murjiah Murni.
JABARIYAH
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Asy-Syahrastani mengartikan Jabariah sebagai menolak adanya perbuatan dan menyadarkan semua perbuatan kepada Allah Swt. Berdasarkan hal ini, Asy-Syahrastani membagi Jabariah dalam dua bentuk, yaitu :
Jabariah Murni, yang menolak adanya perbuatan berasal dari manusia dan memandang manusia tidak memiliki kemampuan untuk berbuat, Jabariah Pertengahan (Moderat), yang mengakui adanya perbuatan manusia namun perbuatan manusia tidak membatasi. Namun, orang yang mengakui adanya perbuatan makhluk yang mereka namakan “kasb” bukan termasuk Jabariyah.
Paham al-Jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam perkembangannya paham ini juga dikembangkan oleh tokoh lainnya, diantaranya al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja’ad bin Dirrar. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kemunculan paham Jabariyah terpengaruh dari paham ajaran Yahudi dan Nasrani. Yaitu Yahudi sekte Qurro dan agama Nasrani yang bersekte Ya’cubiyah.
Mengenai paham Jabariyah ini, para ahli sejarah teologi Islam ada yang berpendapat bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikelilingi gurun sahara telah mempengaruhi cara hidup mereka. Kebergantungan mereka terhadap gurun sahara yang panas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Selain itu, menurut Abdul Rozak, pemikiran-pemikiran Jabariah telah ada sejak awal periode Islam. Hal itu terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi baik pada masa Nabi maupun sesudahnya, seperti pada masa Umar bin Khatab, yaitu ketika terjadinya pencurian dimana pencuri berargumen bahwa ia telah ditakdirkan untuk mencuri, yang akhirnya pencuri tersebut mendapat hukuman potong tangan dan dera karena telah menggunakan dalil Tuhan.
Doktrin-doktrin Jabariyah.
Doktrin-doktrin Jabariyah secara umum dapat dipaparkan sebagai berikut, yaitu :
Fatalisme, yakni kepasrahan total yang menganggap manusia tidak dapat melakukan apa-apa, tidak memiliki daya, dan dipaksa berbuat oleh Allah Swt. Surga dan Neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain Allah Swt. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapat ini sama dengan konsep iman yang di ajarkan Murji’ah. Kalam Tuhan adalah Makhluk.Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
Pendapat-pendapat mereka :
-        manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya tetapi dipaksa oleh Allah
-        Iman cukup dalam hati saja walau tidak diikrarkan dengan lisan
Perkembangan Jabariyah .
Dalam perkembangannya Jabariyah terbagi antara Jabariyah Murni dan Jabariyah Moderat. Jabariyah Murni terbagi dalam beberapa golongan, yaitu al-Jahmiyah, an-Najjariyah, dan ad-Dhirariyah.
Aliran ini ditonjolkan pertama kali Jahm bin Safwan (131 H), sekretaris Harits bin Suraih yang memberontak pada Bani Umayyah di Khurasan. Meskipun demikian sebelumnya sudah ada dalam umat Islam yang membicarakan tentang hal ini seperti surat sahabat Ibnu Abbas dan seorang tabi-in al-Hasan al- Bashriy kepada penganut paham ini.
QODARIYAH
Asal Muasal paham Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara, yang artinya kemampuan dan kekuatan. Menurut terminology, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Jadi, tiap-tiap orang adalah pencipta dari perbuatannya. Para pakar sejarah teologi Islam tidak mengetahui secara pasti kapan paham ini timbul, tetapi menurut keterangan ahli lainnya, paham Qodariyah diperkirakan timbul pertama kali oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani, menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya, Ghailan al-Dimasyiqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan Menurut Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’i yang baik dan ia pun menentang kekuasaan Bani Umayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjad tahun 80 H, dia mati terbunuh.
Doktrin-doktrin Qodariyah
Secara garis besar, doktrin-doktrin Qodariah pada dasarnya berkisar tentang takdir Tuhan, yaitu : Manusia berkuasa atas segala perbuatannya;.Takdir adalah ketentuan Allah Swt yang diciptakan-Nya bagi seluruh alam semesta beserta seluruh isinya, sejak zaman azali, yaitu hukum dalam istilah al-Quran disebut Sunatullah. Manusia sendirilah yang melakukan pebuatannya sendiri dan Tuhan tidak ada hubungan sama sekali dengan perbuatannya itu.
Perkembangan Qodariyah
Dalam perkembangannya, paham qodariyah seringkali disebut dengan paham Mu’tazilah seperti yang dijelaskan Asy-Syahrastani yang menyatukan pembahasan Mu’tazilah dengan pembahasan Qodariyah. Hal ini disebabkan karena paham qodar dijelaskan lebih luas pada aliran Mu’tazilah.
MU'TAZILAH
Mu'tazilah berasal dari kata I'tazala yang berarti menjauhkan diri.
Asal mula kata ini adalah suatu saat ketika al-Hasan al- Bahsriy (110 H) sedang mengajar di masjid Basrah datanglah seorang laki-laki bertanya tentang orang yang berdosa besar. Maka ketika ia sedang berpikir menjawablah salah satu muridnya Wasil bin Atha' (131H) menjawab : "Saya berpendapat bahwa ia bukan mukmin dan bukan kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya". Kemudian ia menjauhkan diri dari majlis al-Hasan dan pergi ketempat lain dan mengulangi pendapatnya. Maka al-Hasan menyatakan : Washil menjauhkan diri dari kita (I'tazal 'anna).
Secara teknis, Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan, yaitu :
Golongan pertama, muncul sebagai respon politik, yaitu bersifat lunak dalam menyikapi pertentangan antara Ali dan lawan-lawannya. Menurut Abdul Rozak, golongan inilah yang pertama-tama disebut Mu’tazilah karena mereka menjaukan diri dari pertikaian masalah Imamah.
Golongan kedua, muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan khawarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah inilah yang akan dibahas kemudian.
Beberapa versi tentang pemberian nama Mu’tazilah (golongan kedua) ini, merujuk pada peristiwa yang terjadi antara Washil bin A’tha, Amr bin Ubaid dan Hasan Al-Basri di Basrah. Ketika Washil mengikut pengajaran yang diberikan oleh Hasan al-Basri tentang dosa besar. Ketika Hasan Basri masih berpikir. Washil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan, “ Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar, bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada dalam posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian Washil menjauhkan diri dari Hasan Basri dan pergi di tempat lain di lingkungan masjid. Disana Washil mengulangi pendapatnya di depan para pengikutnya. Dengan peristiwa ini, Hasan Basri berkata,” Wazhil menjauhkan diri dari kita (I’tazaala anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang menjauhkan diri inilah yang kemudian disebut sebagai Mu’tazilah.
Versi lain yang diberikan oleh Tasy Kubra Zadah, menyebut bahwa Qatadah Ibn Da’amah pada suatu hari masuk ke masjid Basrah dan menuju ke majelis ‘Amr bin Ubaid yang disangkanya majelis Hasan al-Basri. Setelah ia tahu bahwa itu bukanlah majelis Hasan al-Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata, “ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itu, mereka disebut kaum Mu’tazilah.
Al-Mas’udi memberikan keterangan lain lagi, mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan juga bukan kafir, tetapi mengambil posisi diantara kedua posisi itu (al-mazilah bain al-manzilatain).
Menurut Ahmad Amin, nama Mu’tazilah sudah ada sebelum peristiwa antara Washil dan Hasan al-Basri. Nama Mu’tazilah diberikan kepada golongan yang tidak mau berintervensi dalam pertikaian politik yang terjadi pada masa Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Qais yang waktu itu sebagai gubernur di mesir pada masa Ali, ia menjumpai pertikaian disana, satu golongan turut padanya, dan golongan lain menjauhkan diri ke Kharbita (I’tazalat ila Kharbita). Dalam suratnya kepada Khalifah, ia menamai golongan yang menjauhkan diri dengan nama Mu’tazilah.
Golongan Mu’tazilah juga dikenal dengan nama lain seperti Ahl al-Adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tawhid wa al-adl[37] yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan. Mereka juga sering disamakan dengan paham Qadariyah yang menganut paham free act dan free will. Selain itu mereka juga dinamai al-Mua’tillah karena golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat yang memiliki wujud diluar zat Tuhan. Mereka juga diberi nama dengan Wa’diyyah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum Tuhan.
Ajaran-ajaran Mu’tazilah mendapat dukungan dan penganut dari penguasa Bani Umayyah, yakni khalifah Yazib bin Walid (125-227H). Sedangkan dari Bani Abbasiyah yaitu : Al-Makmun (198-218H), Al-Mu’tasim billah (218-227H), dan Al-Watsiq ( 227-232H).
Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah.
Ajaran-ajaran dasar Mu’tazilah ini juga disebut dengan al-Ushul al-Khamsah.Yaitu :
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya, semua aliran teologis dalam Islam memegang doktrin ini. Namun, Tauhid dalam paham Mu’tazilah memiliki arti spesifik. Yaitu : Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tidak satupun yang menyamai-Nya. Karena itu, Dia-lah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’adud al qudama (tebilangnya zat yang tak berpemulaan).
Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik, dan Tuhan dilihat dengan mata kepala.
Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal, antara lain :
a. Perbuatan Manusia
Menurut Mu’tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung maupun tidak. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia.
b. Berbuat baik dan terbaik (as-shalah wa al-ashlah)
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik untuk manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan penganiaya, karena hal tersebt tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan berlaku jahat terhadap seseorang dan berlaku jahat kepada orang lain berarti Ia tidak adil. Maka Tuhan pastilah berbuat yang terbaik bagi manusia.
c. Mengutus Rasul
Mengutus rasul bagi manusia merupakan kewajiban bagi Tuhan dengan alasan sebagai berikut :
Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia. Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan belas kasih kepada manusia (QS 26:29). Tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus rasul.
Al-Wa’ad wa al-Waid berarti janji ada ancaman, Tuhan yang Maha adil dan Maha bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Yaitu untuk member pahala surge bagi yang berbuat baik dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk member ampunan orang yang bertaubat nasuha pasti benar adanya.
Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Menurut pandangan Mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai orang mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuahan, dan tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Pelaku dosa besar juga tidak bias dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya, dan mengerjakan pekerjaan yang baik.
Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyi an-Munkar berarti menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam paham Mu’tazilah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin untuk melakukan hal ini. Yaitu : Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukan oleh orang. Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahy munkar tidak akan membawa mudharat yang lebih besar. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.
Pendapat-pendapat utama mereka :
-        Orang Islam yang berdosa besar bukan kafir dan bukan mukmin tetapi berada di antara keduanya (al-Manzilah bainal manzilatain)
-        Tuhan bersifat bijaksana dan adil, tidak dapat berbuat jahat dan zalim. Manusia sendirilah yang memiliki kekuatan untuk mewujudkan perbuatannya perbuatannya, yang baik dan jahat, iman dan kufurnya, ta'at dan tidaknya.
-        Meniadakan sifat-sifat Tuhan, artinya sifat Tuhan tidak mempunyai wujud sendiri di luar zat Tuhan
-        Baik dan buruk dapat ditentukan dengan akal
-        Al-Quran bukan qadim (kekal) tetapi hadits (baru/diciptakan)
-        Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti
-        Hanya mengakui Isra Rasulullah ke Baitul Maqdis tetapi tidak mengakui Mi'rajnya ke langit
-        Tidak mempercayai wujud Arsy dan Kursi Allah, Malaikat pencatat amal (Kiraman Katibiin), Adzab (siksa) kubur.
-        Tidak mempercayai adanya Mizan (timbangan amal), Hisab (perhitungan amal), Shiratul Mustaqiim (Titian), Haud (kolam nabi) dan Syafa'at nabi di hari Kiamat.
-        Siksaan di neraka dan kenikmatan di surga tidak kekal (ikut sebagian kelompok)
AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH (SUNNI).
Kelompok ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama'ah karena pandapat mereka berpijak pada pendapat-pendapat para sahabat yang mereka terima dari Rasulullah. Kelompok ini disebut juga kelompok ahli hadits dan ahli fiqih karena merekalah pendukung-pendukung dari aliran ini.. Ungkapan Ahl Sunnah wal Jamaah (sering disebut dengan Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari Syiah. Dalam artian ini, Mu’tazilah dan As’ariyah masuk dalam golongan Sunni. Dalam pengertian khusus, Sunni adalah mazhab dalam barisan As’ariyah dan merupakan lawan dari Mu’tazilah. Selanjutnya, trem Ahlussunah banyak dipakai setelah munculnya aliran As’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah.
a. Ajaran Asy’ariah
Ajaran Asy’ariah muncul atas keberanian Abu Hasan Al-Asy’ary yang menenteng paham Mu’tazilah. Abu hasan Al-Asy’asy adalah seorang pengikut M’tazilah sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba dia mengumumkan diri dihadapan jama’ah masjid Basrah bahwa dia keluar dari golongan Mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakangi al-Asy’ary meninggalkan paham Mu’tazilah adalah pengakuan al-Asy’ary yang telah bermimpi bertemu Rasulullah Saw sebanyak tiga kali pada bulan Ramadhan.[5] Namun menurut pendapat yang lain, al-Asy’ary keluar dari Mu’tazilah karena adanya keraguan ketika dia mempertanyakan hal tentang mukmin dewasa, anak-anak, dan kaum kafir kepada al-Jubba’i.
Ajaran-ajaran Asy’ariyah : 
Tuhan dan Sifat-sifat-Nya
Al-Asy’ary berhadapan pada dua pandangan ekstrim. DI satu pihak dia berhadapan dengan kelompok mujassimah (antromorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah memiliki sifat yang disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Di pihak lain, ia berhadapan dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensi-Nya.
Menghadapi dua kelompok tersebut, al-Asy’ary berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis. Selanjutnya, al-Asy’ary menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Sifat-sifat Allah Swt berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian tidak berbeda dengan-Nya. Dalam kebebasan berkehendak, al-Asy’ary membedakan anta ra khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah Khaliq (pencipta) perbuatan manusia, tetapi manusia lah yang mengupayakannaya (muktasib). Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik-buruk
Al-Asy’ary mengutamakan wahyu dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontadiktif antara akal dan wahyu.
Qadimnya al-Quran
Al-Asy’ary mengatakan bahwa walaupun al-Quran terdiri atas kata-kata, huruf, dan bunyi, semuanya tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Namun, bagi al-Asy’ary al-Quran tidaklah diciptakan.
Melihat Allah
Al-Asy’ary yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan rukyat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana dia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
Keadilan
Allah adalah penguasa mutlak, jadi Dia tidak memiliki keharusan apapun.
Kedudukan orang yang berdosa
Al-Asy’ary berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karana dosa kecuali kufur.
Ajaran Maturidiah
Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Uzbekistan (sekarang). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274/847-861 M. Ia sendiri wafat pada tahun 333 H/944 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologisnya banyak persamaannya dengan paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. Sistem teologi Abu Mansur dikenal dengan nama Al-Maturidiyah.
Ajaran-ajaran Al-Maturidy
Akal dan Wahyu
Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Dalam masalah baik dan buruk, al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu.
Perbuatan Manusia
Menurut al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan, dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas memakainya. Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan yang telah menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia.
Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
Sifat Tuhan
Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama, baca: inheren) zat tanpa terpisah. Menetapkan sifat Allah tidak harus membawanya pada antromorphisme karena sifat tidak berwujud tersendiri dari zat, sehingga terbilangnya sifat tidak akan membawa terbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama).
Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh al-Quran, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22-23. Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan memiliki wujud walaupun Ia immateri. Namun, melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam (sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsy (sabda yang sebenarnya). Kalam nafsy adalah sifat yang qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah bahar (hadis).
Pengutusan Rasul
Akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban. Jadi, pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia telah dibebankan sesuatu yang berada diluar kemampuannya.
Pelaku dosa besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun dia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Menurut al-Maturidi, iman itu cukup dengan tasdhiq dan iqrar. Sedangkan amal adalah penyempurna iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mulai dikenal pada saat pemerintahan bani Abbasy dimana kelompok Mu'tazilah berkembang pesat, sehingga nama Ahlus Sunnah dirasa harus dipakai untuk setiap manusia yang berpegang pada Al-Quran dan Sunnah. Dan nama Mu'tazilah dipakai untuk siapa yang berpegang pada ilmu kalam (theologische dialektik), logika dan rasio. Ibnu Hajar al-Haitamiy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah orang-orang yang mengikuti rumusan yang digagas oleh Imam Asy'ariy dan Imam Maturidi.
Pendapat-pendapat mereka :
-        Hukum Islam di dasarkan atas Al-Quran dan al-Hadits
-        Mengakui Ijmak dan Qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam
-        Menetapkan adanya sifat-sifat Allah
-        Al-Quran adalah Qodim bukan hadits
-        Orang Islam yang berdosa besar tidaklah kafir
ALIRAN-ALIRAN ISLAM LAINNYA
Sebenarnya sudah munculnya aliran-aliran di atas, muncul lagi banyak aliran Islam di dunia. Tetapi pada kesempatan ini hanya menyebutkan yang populer di Indonesia.
WAHABI
Pendiri gerakan ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1702-1787 M). Dalam Munjid disebutkan bahwa tariqat mereka dinamai Al-Muhammadiyyah dan fiqih mereka berpegang pada madzhab Hanbali disesuaikan dengan tafsir Ibnu Taimaiyyah.
Pendapat-pendapat mereka :
-        Tawassul, Istigozah adalah syirik
-        Ziarah kubur hukumnya haram
-        Menghisap rokok haram dan syirik
-        Mengharamkan membangun kubah atau bangunan di atas kuburan
-        Membagi tauhid menjadi dua : Tauhid Uluhiah dan Tauhid Rububiyyah
BAHAI
Pendirinya adalah : Mirza Husein Ali Bahaullah (1892M)
Kepercayaan ini mulai timbul di kalangan Syiah Imamiyyah di Iran pada abad ke 19 M dengan munculnya Mirza Ali Muhammad (1852 M) yang mendirikan dirinya sebagai al Bab (pintu) bagi kaum Syiah dan umat Islam lainnya untuk menghubungkan mereka dengan Imam yang lenyap dan ditunggu kehadirannya pada akhir jaman. Ia menyerukan untuk menyatukan agama Islam, Nasrani dan Yahudi sehingga menimbulkan kehebohan dan ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati di Tibriz tahun 1853 M. Salah satu muridnya Mirza Husein Ali Bahaullah kemudian mengaku sebagai wakil dari Mirza Ali Muhammad Al-Bab dan mengembangkan ajaran-ajarannya sampai ia mati. Kelompok ini diusir oleh Kerajaan Syah Iran dan dilarang di Mesir, bahkan Al-Azhar mengeluarkan fatwa bahwa aliran keluar dari Islam dan sudah tidak Islam lagi. Aliran ini meluas ke Dunia Barat pada tahun 1980, dan pada tahun 1920 mengadakan pusat bahai yang kuat di Amerika. Dewasa ini bahai terdapat di lebih dari 260 kota dunia.
Pendapat-pendapat mereka :
-        Menggabung agama Islam dengan Yahudi, Nasrani dan lainnya.
-        Menolak Poligami kecuali dengan alasan dan tidak boleh dari dua istri.
-        Shalat hanya sembilan rakaat dan kiblatnya Istana Bahaullah
-        Melakukan puasa sebulan tapi hanya 19 hari
-        Tidak melakukan shalat Jumat hanya shalat jenazah saja
-        Melakukan haji dengan mengunjungi rumah Al-Bab, tempat ia dipenjarakan, dan rumah-rumah para pembesar
-        Zakat harta sepertiga dan diberikan kepada dewan pengurus perkumpulan
-        Riba diperbolehkan
-        Jihad haram dilakukan
-        Talak 19 kali Janda boleh menikah setelah membayar diyat (tanpa ‘iddah), duda tidak boleh kawin sebelum 90 hari.
-        Kewarisan 9/60 untuk anak, 8/60 untuk suami, 7.60 untuk ayah, 6/60 untuk ibu, 1.60 untuk saudara perempuan, 3/60 untuk para guru. Selain mereka tidak dapat.
-        Hukum atas perzinaan adalah membayar uang ke baitul mal
-        Wanita mendapat warisan yang sama dengan lakilaki
-        Tidak mempercayai hari akhirat
AHMADIYAH.
Pendirinya adalah Mirza Ghulam Ahmad.(1936-1908 M), Ia lahir di Pakistan ditengah-tengah kelompok Syiah Ismailiyyah. Pada tahun 1884 ia mengaku mendapat ilham dari Allah, kemudian pada 1901 mengaku dirinya menjadi nabi dan rasul, yang diingkari oleh kelompok Ahlus Sunnah dan kelompok Syi'ah seluruh dunia.
Ahmadiyah terbagi menjadi dua kelompok
-        Ahmadiyah Qadiyan : menganggap Mirza sebagai nabi
-   Ahmadiyah Lahore : menganggap Mirza sebagai mujaddid (pembaharu Islam)
Pendapat-pendapat mereka :
-        Menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi (Qadiyan)
-        Orang Islam yang tidak sepaham adalah orang kafir
-        Mengharamkan jihad
JAMAAH TABLIGH
Pendirinya : Syaikh Muhammad Ilyas bin Muhammad Ismail al-Kandahlawi.(1303-1363)
Kelompok ini aktif sejak 1920-an di Mewat, India. Markas internasional pusat tabligh adalah di Nizzamudin, India.

Pendapat mereka :
-      Mengembalikan Islam pada ajarannya yang kaffah (menyeluruh)
-    Mengharuskan pengikutnya khuruj (keluar untuk berdakwah) 4 bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu.
-     Menjauhi pembicaraan tentang fiqih, masalah-masalah politik, aliran-aliran lain dan perdebatan
-        Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan asy- Syaikh Ahmad Ar-Rifa'i
-        Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad al-Kanhuhi
-        Sikap fanatis yang berlebihan terhadap orang-orang shaleh dan berkeyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu gaib
-        Keharusan untuk bertaqlid
Sumber :
 
Blogger Templates